Senin, 01 April 2013

CONTOH FORMAT LAPORAN P2K FKIP UNISMUH MAKASSAR



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Profil Proses Pembelajaran di Kelas
Kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai proses peningkatan sumber daya manusia (SDM), mendorong pemerintah untuk melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Dari segi mutu pendidikan, posisi Indonesia jauh tertinggal dengan Negara lain. Rendahnya mutu pendidikan disebabkan oleh 4 faktor yaitu: jumlah guru yang belum memadai serta penyabarannya belum merata, kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, anggaran yang jumlahnya sangat terbatas, serta proses pembelajarannya belum efektif (Anonim,2007).
Proses belajar mengajar merupakan inti dalam kegiataqn pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar yang melibatkan semua komponen pembelajaran dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar adalah guru.
Guru merupakan peranan ganda sebagai pengajar dan pendidik dalam proses pembelajaran. Tugas utama seorang guru sebagai pengajar adalah membantu perkembangan intelektual, efektif, dan psikomotorik melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan efektif dan keterampilan. Guru sebagai pendidik membantu mendewasakan anak secara psikologis, social, dan moral. Selain sebagai pengajar dan pendidik juga mempunyau tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran sehingga guru mempunyai peran yang sangat besar dalam mengelola kelas.
Guru harus kreatif dan penuh inisiatif dalam pengelolaan kelas, karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas, keasaan peserta didik dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat memudahkan siswa  dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan. Guru hendaknya dapat memilih atau mengkombinasikan beberapa pembelajaran yang tepat agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dalam artian dapat memacu keinginan dan motivasi siswa agar terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar akan memberi peluang besar terhadap penciptaan pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan permintaan kurikulum adalah pembelajaran kooperatif. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran ini sangat berguna untuk menumbuhkan kerja sama antar siswa karena dalam proses bukan hanya terjadi antar siswa dan guru, tetapi antar siswa dengan siswa. System pengajaran ini memberikan pngejutan antar siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur yang disebut system “pembelajaran gotong royong” atau “cooperatif learning” dimana guru bertindak sebagai fasilator.
Tugas guru dalam pembelajaran bukan hanya memeindahkan informasi pengetahuan dari guru kesiswa dan tugas siswa adalah menerima, mengingat dan menghapal materi pembelajaran tersebut. Hal ini menyebabkan anak kurang berperan sehinnga akhirnya nilai pun kurang dari yang diharapkan.
B.       Profil Hasil Belajar di Kelas
SMP Negeri 1 Pallangga adalah salah satu SMP di Kabupaten Gowa yang secara umum sudah sepenuhnya menerapkan model pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa yaitu model pembelajaran kooperatif khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Sehingga nilai hasil belajar bahasa indonesia siswa, khususnya pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Pallangga Kabupaten Gowa bisa dilkatakan masuk kategori maksimal mengingat asumsi bahwa pembelajaran bahasa itu mencakup beberapa keterampilan berbicara yang berupa kemampuan mengajukan pertanyaan atau pendapat, menulis, menyimak, dan membaca. Hal ini dapat dilihat dari keseharian siswa yang sangat efektif dalam mengajukan pertanyaan ataupun pendapat mereka di depan kelas.
Berdasarkan observasi lapangan penulis menemukan salah satu masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar. Bahwa model pembelajaran yang ditetapakan oleh guru bahasa untuk mebangkitkan atau menarik motivasi siswa dalam mengikuti proses pembeljaran serta memicu kemampuan berbicara siswa dan kemampuan bahasa lainnya. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran terutama dalam kegiatan diskusi atau mengerjakan tugas kelompok dari guru bahasa indonesia, yaitu belum terlaksananya kerja kelompok yang efektif, siswa cenderung kurang bekerja sama dengan temannya dalam mengerjakan soal-soal dalam membentuk kelompok belajar cenderung memilih teman yang dianggap lebih dekat dibanding membentuk kelompok secara heterogen bahkan yang tidak diinginkan yakni kerja kelompok yang hanya dikerjakan hanya satu orang saja. Selain itu juga dapat disebabkan oleh kurangnya pola interaksi social siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dalam mengerjakan tugas kelompok. Siswa dalam kelas ini cenderung belajar secara individual, kurang membantu temannya yang memiliki kemampuan yang kurang dalam menerima materi dan kurang mengerjakan tugas kelompok. Akhirnya berdampak pada siswa yang kemampuannya lebih tinggi, sehinnga di kelas ini jarang terjadi diskusi tentang konsep atau materi pembelajaran, serta model pembelajaran yang diterapkan di sekolah ini masih bersifat konvensional.
Salah satu alternative pemecahan masalah tersebut untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami dan menguasai pembelajaran bahasa Indonesia yang bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Sebagaimana dikemukakan oleh sadirman (2002) bahwa untuk melibatkan siswa dalam menelaah materi yang dicakup dalam satu pembelajaran tersebut, sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Teknik ini memberikan kessempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, berbicara, maupunketerampilan psikomotorik siwa. Aktifitas kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok kecil dan penomoran setiap anggota kelompok, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas proses belajar dan saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan dalam mempertimbangkan jawaban yang benar, dan bertanggung jawab memecahkan masalah serta saling memotivasi atau berprestasi diantara kelompoknya. Sel;ain itu juga dapat melatih siswa yang terlambat akademiknya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Nombered Heads Together (NHT) Untuk meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa SMP Negeri 1 Pallangga”.
C.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.        Apakah penerapan Model Pembelajaran Kooperatif  tipe Numbered Heads Together siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga?
2.        Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga?
D.      Bentuk Tindakan ntuk Memecahkan Masalah
Adapun yang dilakukan dalam penelitian memecahkan masalah yang ada di kelas adalah sebagai berikut:
1.        Memilih model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
Diharapkan dengan memilih model pembelajaran kooperatif akan memacu semangat siswa untuk aktif mengikuti proses belajar mengajar hal ini diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, yang mencakup empat aspek keterampilan berbahasa.
2.        Tes hasil belajar yang diberikan pada setiap akhir siklus.
Untuk tes hasil belajar, pelaksanaanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada setiap akhir siklus (I dan II). Adapun soal yang diujikan sebanyak 10 nomor dengan bentuk esay.
3.        Mengisi lembar observasi aktivitas selama pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi yang dimaksud di sini adalah jumlah siswa yang melakukan setiap komponen aktivitas yang menjadi bahan pengamatan peneliti observasi pada saat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dari siklus I dan II. Adapun komponen aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.         Menyimak pengarahan guru
b.         Kerja sama setiap anggota kelompok
c.         Mengajukan pertanyaan
d.        Menjawab pertanyaan
e.         Mengajukan tanggapan
f.          Meminta bimbingan pada guru
g.         Perilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar:
1.        Membicarakan dengan hal yang tidak ada hubungannya dengan materi
2.        Keluar masuk kelas
Dari hasil observasi setiap proses pembelajaran berlangsung akan dikumpulkan untuk menjadi bahan data sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Pengelolaan data pada penelitian ini dilakukan di sekolah setelah terkumpulnya data, selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif untu analisis secara kuantitatif digunakan analisis diskriptif yaitu skor rata-rata yang diperoleh dari hasil tes tiap siklus yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi melalui penggambaran karakteristikdistribusi nilai pencapaian hasil belajar bahasa Indonesia, siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
E.       Alasan Pemilihan Tindakan
Tingkat pemahaman siswa terhadap suatu materi banyak oleh kesesuaian penerapan model mengajar. Model mengajar yang tepat sangat diperlukan guna meningkatkan aktivitas siswa untuk memecahkaqn msalah yang dihadapi. Proses belajar mengajar di SMP Negeri 1 Pallangga yakni guru belum efektif menerapkan model pembelajaran kooperatif, untuk membangkitkan atau menarik motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran terutama dalam kegiatan diskusi atau mengerjakan tugas kelompok dari guru bidang studi, yaitu belum terlaksananya kelompok belajar efektif, siswa cenderung kurang bekerja sama dengan temannya dalam mengerjakan soal-soal dan dalam membentuk kelompok belajar cenderung memilih teman yang dianggap lebih dekat dibandingkan membentuk kelompok secara heterogen. Selain itu, juga dapat oleh kurangnya pola interaksi social siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan dalam mengerjakan tugas kelompok. Siswa kelas ini, cenderung belajar secara individual, kurang membantu temannya yang memiliki kemampuan kurang dalam menerima materi dan mengerjakan tugas kelompok. Akhirnya berdampak pada siswa yang kemampuannya kurang untuk bertanya kepada siswa yang kemampuannya tinggi, sehingga di kelas ini jarang terjadi diskusi tentang suatu konsep atau materi pembelajaran, serta model pembelajaran yang diterapkan di sekolah ini masih bersifat konvensional.
Salah satu implikasi teori belajar kontruktiss dalam pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami kosep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dlam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam pembelajaran kooperatif akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjalin kolaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapat.
   Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pembelajaran kooperatif  tipe NHT ini mengacu pada metode pengajaran dimana siswa dibagi ke dalam kelompok 5-6 orang dengan karakteristik yang berbeda agar dapat memudahkan mereka bekerja sama dan saling memberi pendapat dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-6. Adanya penomoran pada kelompoknya dan kelompok lain berhak menanggapi jawaban dari kelompok tersebut.
Model pembelajaran kooperatif tipe  (NHT) dapat memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan tidak hanya unggul dalam membantu konsep-konsep pembelajaran yang sulit.
F.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujun penelitian ini:
1.        Untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif  tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga.
2.        Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga.
G.      Manfaat penelitian
Ø  Bagi Siswa
Meningkatkan hasil belajar Bahasa indoneia siswa, dengan penerapan pembelajaran kooperatipe Numbered Heads Together (NHT). Mampu mengaktifkan kemauan semua siswa untuk belajar, siswa mampu bekerja secara tiem, siswa mampu memahami pelajaran dengan mudah.           
                                                                                    
Ø  Bagi Guru
Dapat menambah wawasan tentang strategi atau pembelajaran dan pada akhirnya dapat meningkatkan kompetensi huru dalam mengatasi masalah pembelajaran di kelas.
Ø  Bagi Sekolah
Dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

BAB II
KAJIAN PUTAKA
A.      Kajian Pustaka
  Kajian teori yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang diteliti, kerangka teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1.        Pembelajaran Kooperatif
Mode Istilah model mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas menyeluruh. Jadi pada suatu model pengajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan metodologis dan procedural, seperti merumuskan masalah, mengemukakan pertanyaan, melakukan penelitian, berdiskusi dan memperdebatkan temuan, bekerja secara kolaborasi, dan melakukan presentasi (Depdiknas,2005).
Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah:
Ø  Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya,
Ø  Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai),
Ø  Tingkah laku mengajar diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan
Ø  Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai (Depdiknas 2005).
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran (Depdiknas 2005)
Menurut Ibrahim dkk, (2000), keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif diantaranya: a). Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain, b). Mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata verbal dan membandingkan nya dengan ide-ide orang lain, c). Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya, d). Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar, e). Suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi sekaligus kemampuan social, f). Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik, g). Meningkatkan motivasi dan memberikan motivasi dan rangsangan untuk berpikir.
Menurut Ibrahim dkk, (2000), unsur-unsur dasar-dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.        Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2.        Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri,
3.        Siswa haruslah melihat semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4.        Siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya,
5.        Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan deikenakan untuk semua anggota kelompok,
6.          Siswa sebagai pemimpin dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selam proses belajarnya,
7.        Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
Didalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang sederajad tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuk kelompok tersebut adalah untuk memberi kesempatanm pada senua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar (Trianto, 2007).
Menurut lie (2002), mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap coopertive learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapakan, yaitu sebagai berikut:
a.       Saling Ketergantungan
Keberhasilan sebuah kelompok sangat tergantung usaha setiap anggotanya. Dalam pembelajaran kooperatif, nilai kelompok diperoleh dari “sumbangan” setiap anggota. Siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan. Sebaiknya, siswa yang lebih pandai juga merasa diinginkan karena rekannya kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka.
b.      Tanggung Jawab Perorangan
Untuk mengerjakan kelompok kerja yang efektif, sorang pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok ma tidak mau merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.
c.       Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi, saling mengenal dan menerima satu sama lain, sehingga mereka bisa menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.


d.      Komunikasi Antar Anggota
Keberhasilan satu kelompok harus juga bergantung pada anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk saling mengutarakan pendapat mereka. Tidak setiap peserta didik mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara, sehingga ada kalanya diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif. Ini butuh proses yang cukup panjang, namun sangat bermanfaat untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
e.       Evaluasi Proses Kelompok
  Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Tabel Sintak Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa

Fase 2
Menyajukan informasi

Fase 3
Mengorganisasikan siswa

Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar

Fase 5
Evaluasi


Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan cara ceramah atau dengan bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas


Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Sumber Ibrahim dkk (2008)
Menurut Nurhayati dan Sappe (2004), peranan guru dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya sebagai berikut:
a)      Mengorganisasikan materi pembelajaran,
b)      Menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan peserta didik,
c)      Mengorganisasikan peserta didik,
d)     Menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik,
e)      Membentuk kelompok siswa yang heterogen,
f)       Memberi petunjuk secara tertulis kepada peserta didik.
Menurut Nurhayati dan Sappe (2004), peranan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya sebagai berikut:
a)        Para peserta didik bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya,
b)        Para peserta didik diharapkan menjadi aktif, bertanggung jawab, bekarja      sama,dan penuh kepedulian,
c)         Para peserta didik berlatih menilai kemajuan belajarnya dan merenungkan dirinya melalui tujuan kelompok,
d)         Para peserta didik dapat memberi umpan balik terhadap sesamanya dan dapat terampil menilai dirinya sendiri.
2.        Pembelajaran Kooperatif Tipe “Numbered Heads Together (NHT)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim dkk (2000), adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kangen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling memberikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini juga mendorong siswa atau meningkatkan semangat kerja mereka.
Menurut Lie (2002), teknik Numbered Heads Together (NHT) memudahkan pembagian tugas, siswa belajar melaksanakan taqnggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan sekelompoknya. Teknik ini bisa dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Spencer Kangen (1993) dalam Ibrahim dkk. (2000), menerapkan langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut:
Langkah-1 : Penomoran (Numbering), Guru membagi siswa kedalam kelompok
Beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor ntara 1-5.
Langkah-2 : Mengajukan pertanyaan (Question). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
Langkah-3 : Berpikir bersama (Heads together). Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban dan meyakinkan setiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah-4 : Menjawab (Answering). Guru memanggil salah satu siswa dengan nomor yang di panggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
Langkah-langkah model pembelajaran Numbered Heads Together apabila dikaji dengan baik, maka akan memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterammpilan berkomunikasi, dan keterampilan berdiskusi siswa, mengajukan pertanyaan.
Menurut Efendi (2008), adapun kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut:
1.      Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah:
a.       Setiap siswa menjadi siap,
b.      Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
c.       Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang.
2.      Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah:
a.       Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh guru,
b.      Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
3.      Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, yang ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau symbol (Dimiyant dalam kalsum, 2007). Hasil belajar sering kali diasumsikan sebagai vermin kualitas suatun sekolah. Dengan hasil belajar yang diperoleh guru akan mengetahui apakah metode serta media yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika sebagian besar siswa memperoleh angka jelek pada penelitian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan metode dan media yang digunakan kurang tepat. Maka guru harus mawas diri dan mencoba mencari metode dan media lain dalam mengajar (Arikunto,2005).
Pelaksanaan pembelajaran, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku pembelajaran setelah selesai mengikuti suatu kegiatan belajar. Kegiatan pengukuran umumnya guru menggunakan tes sebagai alat ukur. Hasi pengukuran itu berbentuk angka yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat penguasaan pembelajaran terhadap materi pembelajaran. Angka atau skor sebagai hasil pengukuran mempunyai makna jika dibandingkan dengan patokan sebagai batas yang menyatakan bahwa pembelajaran telah menguasai secara tuntas materi pelajaran tersebut (Haling,2004).
Penilaian hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru,tingkat sekolah dan tingkat nasional. Denan ukuran-ukuran tersebut seseorang siswa dapat digolongkan lulus atau tidak lulus. Jika digolongkan lulus maka dapat dikatakan proses belajar siswa dan mengajar guru “berhenti” sementara. Jika digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.
   Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu factor intern dan factor ekstern. Factor intern adalah factor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, anatara lain: (a). Factor jasmaniah, (b). Factor psikologis, (c). Factor kelelahan. Sedangakan factor ekstern adalah factor yang ada di luar individu, antara lain: (a). Factor keluarga, (b). Factor sekolah, (c). Factor masyarakat.
Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuaqn atau tingkat siswa terhadap materi pelajaran seelah mengikuti proses pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered HeadsTogether (NHT).

BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) berupa proses pengkajian bersiklus yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
A.      Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pallangga subjek penelitian siswa kelas VIII/7 dengan jumlah siswa 37 orang, 18 orang laki-laki dan 19 orang perempuan pada tahun ajaran 2012, yang dilaksanakan selama dua bulan waktu tidak efektif yang dimulai dari tanggal 01 April 2012 sampai tanggal 01 Juni 2012.
B.       Langkah-langkah Pembuatan Perangkat Pembelajaran Inovatif dan Alat-alat Evaluasi.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yakni siswa dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan setiap anggota kelompok tersebut diberi nomor masing-masing sesuai jumlah anggota kelompok, lalu berpikirv bersama dalam kelompok dan meyakinkan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tim, selanjutnya guru memanggil salah satu siswa secara acak dengan nomor yang dipanggil untuk melaporkan hasil kerja sama mereka, sehingga secara keseluruhan siswa akan siap dengan jawaban kelompoknya.
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan 2 siklus yaitu siklus 1 dan siklus II. Antara siklus 1 dan siklus II merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan dalam arti pelaksanaan siklus II merupakan kelanjutan dari perbaikan dari siklus I. Gambaran umum dilakukan pada setiap siklus adalah: perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi digambarkan sebagai berikut:
Gambar: Skema Penelitian Tindakan Kelas (Arikuto, 2007)
Dalam menyusun alat-alat evaluasi dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan memberikan materi tentang pokok bahasan yang akan diuji, dalam penelitian ini peneliti selalu berfokus pada model pembelajaran yang digunakan yakni pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT), yang mempunyai prosedural pelaksanaanya yakni sebelum melakukan evaluasi pada tiap siklus, maka terlebih dahulu dilakuakn kerja kelompok, dengan cara memberikan tugas kerja kelompok yakni membagikan lembar kerja siswa (LKS) pada tiap pertemuan, yang dikerjakan oleh masing-masing kelompok yang selanjutnya dopresentasikan oleh perwakilan kelompok dengan cara pengundian hal ini akan memberikan kesiapan pada seluruh anggota kelompok dengan jawaban kelompoknya masing-masing,           setelah proses siklus pertama selesai maka akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa denganmateri yang telah diberikan sebelumnya, dari hasil inilah yang menjadi patokan atau dasar pengambilan langkah atau tindakan pada siklus berikutnya.
C.      Implementasi RPP dan Evaluasi di Kelas
Implementasi dari RPP yang telah dirancang dari hasil observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua siklus terbagi dalam waktu, yakni siklus pertama sebanyak empat kali pertemuan (8 x 40 menit) jam pelajaran dan siklus kedua sebanyak empat kali (8 x 40 menit) jam pelajaran.
Siklus I
Siklus satu berlangsung selama dua minggu dengan empat pertemuan, sebanya 8 jam pelajaran (10 x 40 menit). Enam jam pelajaran (6 x 10 menit) untuk proses belajar mengajar dan dua jam pelajaran untuk tes akhir siklus I (2 x 40 menit) yang pelaksanaanya meliputi:
1.      Tahap Perecanaan
a.          Melakukan observasi ke sekolah
b.         Mengikuti proses belajar mengajar di kelas VII.IX
c.          Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di kelas tersebut, menanyakan kepada guru bidang studi yang bersangkutan mengenai kesulitan yang dialami ketika mata pelajaran bahasa indonesia di ajarkan
d.         Memilih model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai solusi dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di kelas tempat penelitian
e.          Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
f.          Membuat lembar observasi aktivitas siswa di kelas untuk pelaksanaan tindakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
g.         Membuat table spesifikasi untuk menyusun tes evaluasi
h.         Membuat instrumen penelitian berupa LKS dan tes hasil belajar beserta kunci jawaban untuk melakukan siklus I.
2.      Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan awal, yakni memberitahukan kepada siswa bahwa pelajaran bahasa Indonesia akan menggunakan model pembelajaran kooperatif yakni siswa akan mempelajari materi pelajaran dengan memberdayakan kemampuan mereka sendiri. Pengajaran yang akan dilaksanakan itu bernama model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Memberikan prosedur pelaksanaan pengajaran, dan menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3.        Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dibantu oleh seorang observer menilai kegiatan proses belajar mengajar yang berlangsung dan mencatatnya. Sedangkan informasi pada akhir siklus dengan memberikan tes bentuk uraian.
4.      Tahap Refleksi
   Tahap refleksi merupakan tahap yang sangat penting karena menilai tentang tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap observasi. Melihat dan menilai kelemahan dan kekurangan tahap-tahap penilaian tindakan kelas pada setiap siklus. Hasil yang didapatkan pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini. Demikian pula hasil observasi, hal-hal yang masih perlu diperbaiki dan dikembangkan dengan tahap mempertahankan hasil yang diperoleh pada setiap pertemuan. Hasil analisis pada siklus I inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan siklus II, sehingga yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertemuan I
Pada tahap ini melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan:
a.       Guru memberikan motivasi kepada siswa dan menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai.
b.      Guru menyampaikan materi pelajaran secara singkat.
c.       Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara heterogen dan setiap anggota kelompok beranggotakan 4-5 orang.
d.      Guru memberikan nomor urut kepada anggota setiap kelompok mulai dari nomor urut 1 sampai 5.
e.       Guru membagikan LKS pada setiap anggota kelompok dan mengerjakan soal yang ada pada LKS dengan mendiskusikan jawaban terlebih dahulu dengan seluruh anggota kelompok. Jika terjadi kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompoknya terutama pada anggota kelompok yang berkemampuan tinggi sebelum meminta bantuan pada guru.
f.       Selama proses kerja kelompok berlangsung kepada kelompok yang mengalami kesulitan dan mengobservasi tindakan yang dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi atau pengamatan.
g.      Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. Memberi kepada siswa yang mempunyai kemampuan yang lebih dari anggotanya untuk berbagi dan mengarahkan teman kelompoknya, memberi penguatan kepada siswa untuk dapat percaya diri tampil didepan pada saat persentase kelompok dan mengubah posisi tempat duduk dan jarak  bangku antara tiap kelompok agar kejadian-kejadian yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Hasil refleksi siklus I inilah yang dijadikan acuan penulis untuk merencanakan siklus II, sehingga hasil yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai yang diharapkan dan hendaknya lebih baik dari siklus sebelumnya.
Siklus II
Siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I. Langkah-langkah yang dilakukan siklus II relatif sama dengan perencanaan dan pelaksanaan siklus I dengan mengadakan beberapa perbaikan atau penambahan sesuai dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan berdasarkan dari refleksi yang dilakukan pada siklus I dengan mengadakan perbaikan atas kekurangan yang terjadi pada siklus I, pelaksanaan tindakan sendiri dilakukan dengan menjelaskan lanjutan materi pelajaran sebelumnya. Tahap observasi dan evaluasi pada siklus II dilakukan setelah pertemuan III dan IV selesai dan setelah itu kembali dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana perubahan hasil belajar dari siklus I  ke siklusII. Sebagai akibat penerapan model pembelajaran kooperatif item dijawab dengan benar, maka siswa akan memperoleh skor 10, dan jika siswa menjawab salah sama sekali tidak menjawab benar, maka skor yang didapatkan adalah nol. Untuk melihat berapa skor total yang diperoleh siswa, maka perhitung yang digunakan adalah:
        Skor perolehan  =  Banyaknya item yang dijawab dengan benar  x 100
Skor Maksimal

Lembar observasi aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi yang dimaksudkan diisi adalah jumlah siswa yang melakukan setiap komponen aktivitas yang menjadi bahan pengamatan peneliti dan observasi pada saat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dari siklus I ke siklus II.
Dari hasil observasi yang diisi oleh observasi pada setiap proses pembelajaran berlangsung akan dikumpulkan untuk menjadi bahan pengumpulan data sebagai dasar pengambilan tindakan selanjutnya.
Hasil belajar yang diperoleh berdasarkan evaluasi siklus II menunjukkan bahwa skor tertinggi yaitu 90% dan skor terendah yaitu 70% nilai tersebut sudah memenuhi standar ketuntasan tiap individu yang telah ditentukan yaitu 70, bila hasil belajar siswa dirata-ratakan maka nilai yang diperoleh adalah 78,00. Jadi dapat dikatakan bahwa hasil belajar pada siklus II sudah menunjukkan peningkatan yang berarti.
Nilai keseluruhan yang diperoleh siswa jika dikelompokkan kedalam lima kategori maka dapat diketahui bahwa distribusin frekuensi dan persentase serta kategori hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel distribusi dan frekuensi hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga pada siklus I dan II di bawah ini.
Tabel 4. Distribusi, frekuensi dan Kategori Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pallangga yang mengikuti Pembelajaran Tipe Numbered Heads Together (NHT).

Interval
Nilai

Kategori
Post Test
Siklus I
Siklus II
Jumlah Siswa
P %
Jumlah Siswa
P %
80-100
Sangat tinggi
19
57,57%
21
63,63%
66-79
Tinggi
7
21,21%
12
36,36%
56-65
Sedang
3
9,01%
0
0
40-55
Rendah
4
12,12%
0
0
30-39
Sangat Rendah
0
0
0
0
Jumlah
33
100
33
100

D.      Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Aktivitas siwa diamati dengan menggunakan lembar observasi aktifitas siswa yang mencatat kejadian-kejadian selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar observasi ini diisi oleh observer pada setiap pertemuan.
Hasil observasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Perbandingan hasil observasi aktivitas belajar pada siklus I dan siklus II Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pallangga.
No
Aktivitas Siswa
Siklus I
Siklus II
Pertemuan
Pertemuan
I
II
III
IV
(%)





1  
Siswa yang menyimak penjelasan guru
20
23
24
26
67,64%
25
26
29
30
76,47%
2
Siswa yang pasif (di dalam kelas)
20
19
23
22
55,88%
23
24
25
25
70,58%
3
Siswa yang menyalin atau mencatat apa yang telah dijelaskan oleh guru
33
28
31
29
82,35%
34
30
33
33
88,23%
4
Siswa yang menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
3
4
5
2
11,76%
5
6
7
9
17,64%
5
Siswa yang menjelaskan materi pelajaran
1
2
2
4
5.88%
4
4
6
8
11,76%

Berdasarkan tabel di atas, menggambarkan bahwa terjadi perbedaan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II, aktivitas siswa rata-rata mengalami peningkatan prestasi dari siklus I dan II. Aktivitas siswa yang diamati pada siklus II pada umumnya mengalami peningkatan.
1.        Siswa yang menyimak penjelasan guru dari 67,64% pada siklus I meningkatkan menjadi 76,47% pada sklus II.
2.        Siswa yang pasif (diam di kelas) dari 55,88% pada siklus I menurun pada siklus II sebesar 70,58%.
Diberikan guru, masih banyak yang bekerja secara sendirian-sendirian ini disebabkan, karena model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan hal baru bagi siswa sehingga mereka belum terbiasa.
3.        Siswa masih tidak disiplin dalam belajar.
Hal ini dapat dilihat dari keterlambatan dalam mengumpulkan tugas yang diberikan serta banyaknya siswa yang mengeluh ketika waktu yang telah ditentukan untuk mengumpul tugas kelompoknya telah habis, namun mereka belum menguasainya.
4.        Suasana diskusi didominasi oleh siswa yang pandai sedangkan siswa yang lainnya hanya berperan sebagai pendengar.
5.        Kebanyakan siswa selalu menunggu jawaban dari teman yang berada didekatna dan bekerja sama pada saat pelaksanaan tes siklus I, hal ini disebabkan kareana siswa tersebut tidak percaya diri dalam menjawab soal yang diberikan.
E.       Pembahasan
Belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan oleh seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri (Good dan Brophy, dalam Uno, 2007). Pada kegiatan pembelajaran di sekolah terdapat dua subjek, yaitu guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak yang belajar. Hal ini mengimplikasikan bahwa dalam proses belajar mengajar di sekolah dibutuhkan interaksi antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan yang bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan demikian, guru harus mampu menciptakan sesuatu yang dapat menunjang perkembangan belajar siswa, termasuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan model.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan, maka dapat disimpilkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negewri 1 Pallangga ini dilihat dari hasil observasi dan evaluasi dari siklus I kesiklus II yang cukup mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal prestasi dan mengalami penurunan dalam hal ketidak efektifitasan dalam proses pembelajaran.
B.       Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti adalah:
1.         Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2.         Dalam memilih model pembelajaran sebaiknya lebih berpusat kepada siswa dan dengan berbagai variasi sehingga dapat lebih memotivasi siswa dalam belajar serta menghindari kejenuhan dalam proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tersebu.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Statistik Pendidikan 2006 Survey Ekonomi Nasional. Makassar: BPS Provinsi Sulawesi Selatan.
Arikunto, S, 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S, Suhardjo dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT.Bumi Akasara.
Depdiknas. 2005. Model-Model Pengajaran dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Efendi, R. 2008. Metode Pembelajaran Efektif. http:// ro3d7.wordpress.com/. Diakses tanggal 18 mei 2009.
Hadis, A. 2008. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
Haling, A. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: University press.
Ibrahim, M, Fida Rachmadiarti, Mohamad Nur dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University press.
Lie, A, 2002. Cooperative Learning “Mempraktekkan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas”. Jakarta: PT. Gramedia.
Sardiman, A.M. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakrta: Rineka Cipta.
Suryanto, A, 2005. Diktat: Bahasa Indonesia. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif  Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Selanjutnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar