BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Profil
Proses Pembelajaran di Kelas
Kesadaran
akan pentingnya pendidikan sebagai proses peningkatan sumber daya manusia
(SDM), mendorong pemerintah untuk melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan.
Dari segi mutu pendidikan, posisi Indonesia jauh tertinggal dengan Negara lain.
Rendahnya mutu pendidikan disebabkan oleh 4 faktor yaitu: jumlah guru yang
belum memadai serta penyabarannya belum merata, kondisi sarana dan prasarana
yang belum memadai, anggaran yang jumlahnya sangat terbatas, serta proses
pembelajarannya belum efektif (Anonim,2007).
Proses
belajar mengajar merupakan inti dalam kegiataqn pendidikan. Segala sesuatu yang
telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar yang
melibatkan semua komponen pembelajaran dan akan menentukan sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan dapat tercapai. Salah satu komponen dalam kegiatan
belajar mengajar adalah guru.
Guru
merupakan peranan ganda sebagai pengajar dan pendidik dalam proses
pembelajaran. Tugas utama seorang guru sebagai pengajar adalah membantu
perkembangan intelektual, efektif, dan psikomotorik melalui penyampaian
pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan efektif dan keterampilan. Guru
sebagai pendidik membantu mendewasakan anak secara psikologis, social, dan
moral. Selain sebagai pengajar dan pendidik juga mempunyau tanggung jawab dalam
kegiatan pembelajaran sehingga guru mempunyai peran yang sangat besar dalam
mengelola kelas.
Guru
harus kreatif dan penuh inisiatif dalam pengelolaan kelas, karena gurulah yang
mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas, keasaan peserta didik dengan
segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Model pembelajaran yang
digunakan dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat memudahkan siswa dalam menerima dan memahami materi yang
disampaikan. Guru hendaknya dapat memilih atau mengkombinasikan beberapa
pembelajaran yang tepat agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, dalam artian dapat memacu keinginan dan motivasi siswa agar terlibat
aktif dalam proses belajar mengajar. Keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar mengajar akan memberi peluang besar terhadap penciptaan
pembelajaran.
Salah
satu model pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan permintaan kurikulum
adalah pembelajaran kooperatif. Beberapa ahli menyatakan bahwa model
pembelajaran ini sangat berguna untuk menumbuhkan kerja sama antar siswa karena
dalam proses bukan hanya terjadi antar siswa dan guru, tetapi antar siswa
dengan siswa. System pengajaran ini memberikan pngejutan antar siswa untuk
bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur yang disebut system
“pembelajaran gotong royong” atau “cooperatif learning” dimana guru bertindak
sebagai fasilator.
Tugas
guru dalam pembelajaran bukan hanya memeindahkan informasi pengetahuan dari
guru kesiswa dan tugas siswa adalah menerima, mengingat dan menghapal materi
pembelajaran tersebut. Hal ini menyebabkan anak kurang berperan sehinnga
akhirnya nilai pun kurang dari yang diharapkan.
B.
Profil
Hasil Belajar di Kelas
SMP
Negeri 1 Pallangga adalah salah satu SMP di Kabupaten Gowa yang secara umum
sudah sepenuhnya menerapkan model pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa
yaitu model pembelajaran kooperatif khususnya pada mata pelajaran bahasa
Indonesia. Sehingga nilai hasil belajar bahasa indonesia siswa, khususnya pada
siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Pallangga Kabupaten Gowa bisa dilkatakan masuk
kategori maksimal mengingat asumsi bahwa pembelajaran bahasa itu mencakup
beberapa keterampilan berbicara yang berupa kemampuan mengajukan pertanyaan
atau pendapat, menulis, menyimak, dan membaca. Hal ini dapat dilihat dari
keseharian siswa yang sangat efektif dalam mengajukan pertanyaan ataupun
pendapat mereka di depan kelas.
Berdasarkan
observasi lapangan penulis menemukan salah satu masalah yang dihadapi dalam
proses belajar mengajar. Bahwa model pembelajaran yang ditetapakan oleh guru
bahasa untuk mebangkitkan atau menarik motivasi siswa dalam mengikuti proses
pembeljaran serta memicu kemampuan berbicara siswa dan kemampuan bahasa lainnya.
Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran terutama dalam kegiatan diskusi
atau mengerjakan tugas kelompok dari guru bahasa indonesia, yaitu belum
terlaksananya kerja kelompok yang efektif, siswa cenderung kurang bekerja sama
dengan temannya dalam mengerjakan soal-soal dalam membentuk kelompok belajar
cenderung memilih teman yang dianggap lebih dekat dibanding membentuk kelompok
secara heterogen bahkan yang tidak diinginkan yakni kerja kelompok yang hanya
dikerjakan hanya satu orang saja. Selain itu juga dapat disebabkan oleh
kurangnya pola interaksi social siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung
dalam mengerjakan tugas kelompok. Siswa dalam kelas ini cenderung belajar
secara individual, kurang membantu temannya yang memiliki kemampuan yang kurang
dalam menerima materi dan kurang mengerjakan tugas kelompok. Akhirnya berdampak
pada siswa yang kemampuannya lebih tinggi, sehinnga di kelas ini jarang terjadi
diskusi tentang konsep atau materi pembelajaran, serta model pembelajaran yang
diterapkan di sekolah ini masih bersifat konvensional.
Salah
satu alternative pemecahan masalah tersebut untuk mengatasi kesulitan siswa
dalam memahami dan menguasai pembelajaran bahasa Indonesia yang bertujuan
meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
Sebagaimana dikemukakan oleh sadirman (2002) bahwa untuk melibatkan siswa dalam
menelaah materi yang dicakup dalam satu pembelajaran tersebut, sebagai gantinya
mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Teknik ini memberikan
kessempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan
dalam aspek pengetahuan, berbicara, maupunketerampilan psikomotorik siwa.
Aktifitas kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok
kecil dan penomoran setiap anggota kelompok, setiap anggota kelompok
bertanggung jawab atas proses belajar dan saling membelajarkan melalui tukar
pikiran, pengalaman, maupun gagasan dalam mempertimbangkan jawaban yang benar,
dan bertanggung jawab memecahkan masalah serta saling memotivasi atau
berprestasi diantara kelompoknya. Sel;ain itu juga dapat melatih siswa yang
terlambat akademiknya.
Berdasarkan
uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul
“Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Nombered
Heads Together (NHT) Untuk meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Siswa SMP Negeri 1 Pallangga”.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uaraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga?
2.
Apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Pallangga?
D.
Bentuk
Tindakan ntuk Memecahkan Masalah
Adapun
yang dilakukan dalam penelitian memecahkan masalah yang ada di kelas adalah
sebagai berikut:
1.
Memilih model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT)
Diharapkan dengan
memilih model pembelajaran kooperatif akan memacu semangat siswa untuk aktif
mengikuti proses belajar mengajar hal ini diharapkan mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa, yang mencakup empat aspek keterampilan berbahasa.
2.
Tes hasil belajar yang
diberikan pada setiap akhir siklus.
Untuk tes hasil
belajar, pelaksanaanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada setiap akhir
siklus (I dan II). Adapun soal yang diujikan sebanyak 10 nomor dengan bentuk
esay.
3.
Mengisi lembar
observasi aktivitas selama pembelajaran berlangsung.
Lembar
observasi yang dimaksud di sini adalah jumlah siswa yang melakukan setiap
komponen aktivitas yang menjadi bahan pengamatan peneliti observasi pada saat
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dari siklus I dan II. Adapun komponen
aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.
Menyimak pengarahan
guru
b.
Kerja sama setiap
anggota kelompok
c.
Mengajukan pertanyaan
d.
Menjawab pertanyaan
e.
Mengajukan tanggapan
f.
Meminta bimbingan pada
guru
g.
Perilaku yang tidak
relevan dengan kegiatan belajar mengajar:
1.
Membicarakan dengan hal
yang tidak ada hubungannya dengan materi
2.
Keluar masuk kelas
Dari hasil observasi
setiap proses pembelajaran berlangsung akan dikumpulkan untuk menjadi bahan
data sebagai dasar tindakan selanjutnya.
Pengelolaan
data pada penelitian ini dilakukan di sekolah setelah terkumpulnya data,
selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif untu analisis secara
kuantitatif digunakan analisis diskriptif yaitu skor rata-rata yang diperoleh
dari hasil tes tiap siklus yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
materi melalui penggambaran karakteristikdistribusi nilai pencapaian hasil
belajar bahasa Indonesia, siswa yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT).
E.
Alasan
Pemilihan Tindakan
Tingkat
pemahaman siswa terhadap suatu materi banyak oleh kesesuaian penerapan model
mengajar. Model mengajar yang tepat sangat diperlukan guna meningkatkan
aktivitas siswa untuk memecahkaqn msalah yang dihadapi. Proses belajar mengajar
di SMP Negeri 1 Pallangga yakni guru belum efektif menerapkan model
pembelajaran kooperatif, untuk membangkitkan atau menarik motivasi siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Hal
ini terlihat pada saat proses pembelajaran terutama dalam kegiatan diskusi atau
mengerjakan tugas kelompok dari guru bidang studi, yaitu belum terlaksananya
kelompok belajar efektif, siswa cenderung kurang bekerja sama dengan temannya
dalam mengerjakan soal-soal dan dalam membentuk kelompok belajar cenderung
memilih teman yang dianggap lebih dekat dibandingkan membentuk kelompok secara
heterogen. Selain itu, juga dapat oleh kurangnya pola interaksi social siswa
pada saat proses pembelajaran berlangsung dan dalam mengerjakan tugas kelompok.
Siswa kelas ini, cenderung belajar secara individual, kurang membantu temannya
yang memiliki kemampuan kurang dalam menerima materi dan mengerjakan tugas
kelompok. Akhirnya berdampak pada siswa yang kemampuannya kurang untuk bertanya
kepada siswa yang kemampuannya tinggi, sehingga di kelas ini jarang terjadi
diskusi tentang suatu konsep atau materi pembelajaran, serta model pembelajaran
yang diterapkan di sekolah ini masih bersifat konvensional.
Salah
satu implikasi teori belajar kontruktiss dalam pembelajaran kooperatif. Dalam
pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan
memahami kosep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan
masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam pembelajaran
kooperatif akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau
pendapat. Melalui diskusi dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran
kooperatif. Dlam pembelajaran kooperatif siswa atau peserta didik lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan
masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi dalam pembelajaran
kooperatif akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide atau
pendapat. Melalui diskusi akan terjalin kolaborasi kognitif yang baik, sehingga
dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan
memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapat.
Salah satu model pembelajaran kooperatif
adalah model kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT). Pembelajaran kooperatif tipe NHT ini mengacu pada metode pengajaran
dimana siswa dibagi ke dalam kelompok 5-6 orang dengan karakteristik yang
berbeda agar dapat memudahkan mereka bekerja sama dan saling memberi pendapat
dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-6. Adanya penomoran pada
kelompoknya dan kelompok lain berhak menanggapi jawaban dari kelompok tersebut.
Model
pembelajaran kooperatif tipe (NHT) dapat
memberikan peluang kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan tidak
hanya unggul dalam membantu konsep-konsep pembelajaran yang sulit.
F.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujun penelitian ini:
1.
Untuk mengetahui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Pallangga.
2.
Untuk mengetahui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam meningkatkan aktivitas belajar
siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga.
G.
Manfaat
penelitian
Ø Bagi
Siswa
Meningkatkan hasil
belajar Bahasa indoneia siswa,
dengan
penerapan pembelajaran kooperatipe Numbered
Heads Together (NHT).
Mampu
mengaktifkan kemauan semua siswa untuk belajar, siswa mampu bekerja secara
tiem, siswa mampu memahami pelajaran dengan mudah.
Ø Bagi
Guru
Dapat menambah wawasan
tentang strategi atau pembelajaran dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kompetensi huru dalam mengatasi masalah pembelajaran di kelas.
Ø Bagi
Sekolah
Dapat meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah.
BAB
II
KAJIAN
PUTAKA
A.
Kajian
Pustaka
Kajian teori yang diuraikan dalam penelitian
ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian
ini. Sehubungan dengan masalah yang diteliti, kerangka teori yang dianggap
relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1.
Pembelajaran
Kooperatif
Mode
Istilah model mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau
prosedur. Model pengajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas
menyeluruh. Jadi pada suatu model pengajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan
metodologis dan procedural, seperti merumuskan masalah, mengemukakan
pertanyaan, melakukan penelitian, berdiskusi dan memperdebatkan temuan, bekerja
secara kolaborasi, dan
melakukan presentasi (Depdiknas,2005).
Model
pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau
prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah:
Ø Rasional
teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya,
Ø Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan dicapai),
Ø Tingkah
laku mengajar diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil, dan
Ø Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai (Depdiknas
2005).
Pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan
membantu memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah
satu teman belum menguasai bahan pembelajaran (Depdiknas 2005)
Menurut
Ibrahim dkk, (2000), keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif
diantaranya: a). Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi
dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain, b). Mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata verbal dan membandingkan nya
dengan ide-ide orang lain, c). Membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya, d). Membantu memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar, e). Suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi sekaligus kemampuan social, f). Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan
balik, g). Meningkatkan motivasi dan memberikan motivasi dan rangsangan untuk
berpikir.
Menurut
Ibrahim dkk, (2000), unsur-unsur dasar-dasar pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
1.
Siswa dalam kelompoknya
haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama,
2.
Siswa bertanggung jawab
atas segala sesuatu didalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri,
3.
Siswa haruslah melihat
semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama,
4.
Siswa haruslah membagi
tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya,
5.
Siswa akan dikenakan
evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan deikenakan untuk
semua anggota kelompok,
6.
Siswa sebagai pemimpin dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selam proses belajarnya,
7.
Siswa akan diminta
mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
Didalam
kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 orang siswa yang sederajad tetapi heterogen, kemampuan, jenis
kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuk kelompok
tersebut adalah untuk memberi kesempatanm pada senua siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai
ketuntasan belajar (Trianto, 2007).
Menurut
lie (2002), mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap coopertive learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
diterapakan, yaitu sebagai berikut:
a. Saling
Ketergantungan
Keberhasilan
sebuah kelompok sangat tergantung usaha setiap anggotanya. Dalam pembelajaran
kooperatif, nilai kelompok diperoleh dari “sumbangan” setiap anggota. Siswa
yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena
mereka juga memberikan sumbangan. Sebaiknya, siswa yang lebih pandai juga
merasa diinginkan karena rekannya kurang mampu juga telah memberikan bagian
sumbangan mereka.
b. Tanggung
Jawab Perorangan
Untuk
mengerjakan kelompok kerja yang efektif, sorang pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok ma
tidak mau merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain
bisa berhasil.
c. Tatap
Muka
Setiap
kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi, saling
mengenal dan menerima satu sama lain, sehingga mereka bisa menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
d. Komunikasi
Antar Anggota
Keberhasilan
satu kelompok harus juga bergantung pada anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk saling mengutarakan pendapat mereka. Tidak setiap
peserta didik mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara, sehingga ada
kalanya diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara
efektif. Ini butuh proses yang cukup panjang, namun sangat bermanfaat untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional
siswa.
e. Evaluasi
Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka,
agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Tabel Sintak Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE
|
TINGKAH LAKU
GURU
|
Fase
1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi
siswa
Fase
2
Menyajukan informasi
Fase
3
Mengorganisasikan siswa
Fase
4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
Fase
5
Evaluasi
Fase
6
Memberikan penghargaan
|
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar
Guru
menyajikan informasi kepada siswa dengan cara ceramah atau dengan bahan
bacaan
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru
membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya
Guru
mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok
|
Sumber Ibrahim dkk (2008)
Menurut
Nurhayati dan Sappe (2004), peranan guru dalam pembelajaran kooperatif,
diantaranya sebagai berikut:
a) Mengorganisasikan
materi pembelajaran,
b) Menyiapkan
bahan-bahan yang diperlukan peserta didik,
c) Mengorganisasikan
peserta didik,
d) Menjelaskan
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik,
e) Membentuk
kelompok siswa yang heterogen,
f) Memberi
petunjuk secara tertulis kepada peserta didik.
Menurut
Nurhayati dan Sappe (2004), peranan peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif, diantaranya sebagai berikut:
a)
Para peserta didik
bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya,
b)
Para peserta didik
diharapkan menjadi aktif, bertanggung jawab, bekarja sama,dan penuh kepedulian,
c)
Para peserta didik berlatih menilai kemajuan
belajarnya dan merenungkan dirinya melalui tujuan kelompok,
d) Para peserta didik dapat memberi umpan balik
terhadap sesamanya dan dapat terampil menilai dirinya sendiri.
2.
Pembelajaran
Kooperatif Tipe “Numbered Heads Together
(NHT)”
Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT), sebagaimana
dikemukakan oleh Ibrahim dkk (2000), adalah suatu pendekatan yang dikembangkan
oleh Spencer Kangen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
memberikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu
teknik ini juga mendorong siswa atau meningkatkan semangat kerja mereka.
Menurut
Lie (2002), teknik Numbered Heads Together (NHT) memudahkan pembagian
tugas, siswa belajar melaksanakan taqnggung jawab pribadinya dalam saling
keterkaitan dengan rekan-rekan sekelompoknya. Teknik ini bisa dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Spencer
Kangen (1993) dalam Ibrahim dkk. (2000), menerapkan langkah pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
sebagai berikut:
Langkah-1 : Penomoran (Numbering), Guru membagi siswa kedalam
kelompok
Beranggotakan 3-5 orang
dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor ntara 1-5.
Langkah-2
: Mengajukan pertanyaan (Question).
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
Langkah-3
: Berpikir bersama (Heads together).
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban dan meyakinkan setiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah-4
: Menjawab (Answering). Guru
memanggil salah satu siswa dengan nomor yang di panggil melaporkan hasil kerja
sama mereka.
Langkah-langkah
model pembelajaran Numbered Heads
Together apabila dikaji dengan baik, maka akan memberi peluang kepada siswa
untuk mengembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterammpilan berkomunikasi,
dan keterampilan berdiskusi siswa, mengajukan pertanyaan.
Menurut Efendi (2008),
adapun kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai
berikut:
1.
Kelebihan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) adalah:
a. Setiap
siswa menjadi siap,
b. Dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,
c. Siswa
yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang.
2.
Kelemahan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) adalah:
a.
Kemungkinan nomor yang
sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh guru,
b.
Tidak semua anggota
kelompok dipanggil oleh guru.
3.
Hasil
Belajar
Hasil
belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, yang ditandai dengan skala nilai berupa huruf, kata, atau symbol
(Dimiyant dalam kalsum, 2007). Hasil belajar sering kali diasumsikan sebagai
vermin kualitas suatun sekolah. Dengan hasil belajar yang diperoleh guru akan
mengetahui apakah metode serta media yang digunakan sudah tepat atau belum.
Jika sebagian besar siswa memperoleh angka jelek pada penelitian yang diadakan,
mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan metode dan media yang digunakan
kurang tepat. Maka guru harus mawas diri dan mencoba mencari metode dan media
lain dalam mengajar (Arikunto,2005).
Pelaksanaan
pembelajaran, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
perubahan tingkah laku pembelajaran setelah selesai mengikuti suatu kegiatan
belajar. Kegiatan pengukuran umumnya guru menggunakan tes sebagai alat ukur.
Hasi pengukuran itu berbentuk angka yang dapat memberikan gambaran tentang
tingkat penguasaan pembelajaran terhadap materi pembelajaran. Angka atau skor
sebagai hasil pengukuran mempunyai makna jika dibandingkan dengan patokan
sebagai batas yang menyatakan bahwa pembelajaran telah menguasai secara tuntas
materi pelajaran tersebut (Haling,2004).
Penilaian
hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru,tingkat sekolah dan tingkat
nasional. Denan ukuran-ukuran tersebut seseorang siswa dapat digolongkan lulus
atau tidak lulus. Jika digolongkan lulus maka dapat dikatakan proses belajar
siswa dan mengajar guru “berhenti” sementara. Jika digolongkan tidak lulus,
terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.
Menurut Slameto (2003), faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua
golongan saja, yaitu factor intern dan factor ekstern. Factor intern adalah
factor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, anatara lain: (a).
Factor jasmaniah, (b). Factor psikologis, (c). Factor kelelahan. Sedangakan
factor ekstern adalah factor yang ada di luar individu, antara lain: (a).
Factor keluarga, (b). Factor sekolah, (c). Factor masyarakat.
Hasil
belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuaqn atau tingkat siswa
terhadap materi pelajaran seelah mengikuti proses pembelajaran melalui
pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered
HeadsTogether (NHT).
BAB
III
PROSEDUR
PELAKSANAAN
Penelitian
ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) berupa proses
pengkajian bersiklus yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi.
A.
Subjek
dan Objek Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pallangga subjek penelitian siswa kelas VIII/7
dengan jumlah siswa 37 orang, 18 orang laki-laki dan 19 orang perempuan pada
tahun ajaran 2012, yang dilaksanakan selama dua bulan waktu tidak efektif yang
dimulai dari tanggal 01 April 2012 sampai tanggal 01 Juni 2012.
B.
Langkah-langkah
Pembuatan Perangkat Pembelajaran Inovatif dan Alat-alat Evaluasi.
Berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT).
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yakni siswa dibagi kedalam kelompok
yang terdiri dari 4-5 orang dan setiap anggota kelompok tersebut diberi nomor
masing-masing sesuai jumlah anggota kelompok, lalu berpikirv bersama dalam
kelompok dan meyakinkan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tim,
selanjutnya guru memanggil salah satu siswa secara acak dengan nomor yang
dipanggil untuk melaporkan hasil kerja sama mereka, sehingga secara keseluruhan
siswa akan siap dengan jawaban kelompoknya.
Prosedur
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan 2 siklus yaitu siklus 1 dan
siklus II. Antara siklus 1 dan siklus II merupakan rangkaian kegiatan yang
saling berkaitan dalam arti pelaksanaan siklus II merupakan kelanjutan dari perbaikan
dari siklus I. Gambaran umum dilakukan pada setiap siklus adalah: perencanaan,
pelaksanaan, dan refleksi digambarkan sebagai berikut:
Gambar:
Skema
Penelitian Tindakan Kelas (Arikuto, 2007)
Dalam
menyusun alat-alat evaluasi dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan
dengan memberikan materi tentang pokok bahasan yang akan diuji, dalam
penelitian ini peneliti selalu berfokus pada model pembelajaran yang digunakan
yakni pembelajaran kooperatif Numbered
Heads Together (NHT), yang mempunyai prosedural pelaksanaanya yakni sebelum
melakukan evaluasi pada tiap siklus, maka terlebih dahulu dilakuakn kerja
kelompok, dengan cara memberikan tugas kerja kelompok yakni membagikan lembar
kerja siswa (LKS) pada tiap pertemuan, yang dikerjakan oleh masing-masing
kelompok yang selanjutnya dopresentasikan oleh perwakilan kelompok dengan cara
pengundian hal ini akan memberikan kesiapan pada seluruh anggota kelompok
dengan jawaban kelompoknya masing-masing, setelah
proses siklus pertama selesai maka akan dilakukan evaluasi untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa denganmateri yang telah diberikan sebelumnya, dari
hasil inilah yang menjadi patokan atau dasar pengambilan langkah atau tindakan
pada siklus berikutnya.
C.
Implementasi
RPP dan Evaluasi di Kelas
Implementasi
dari RPP yang telah dirancang dari hasil observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini dibagi ke dalam dua siklus terbagi dalam waktu, yakni siklus
pertama sebanyak empat kali pertemuan (8 x 40 menit) jam pelajaran dan siklus
kedua sebanyak empat kali (8 x 40 menit) jam pelajaran.
Siklus I
Siklus satu berlangsung selama dua
minggu dengan empat pertemuan, sebanya 8 jam pelajaran (10 x 40 menit). Enam
jam pelajaran (6 x 10 menit) untuk proses belajar mengajar dan dua jam
pelajaran untuk tes akhir siklus I (2 x 40 menit) yang pelaksanaanya meliputi:
1. Tahap
Perecanaan
a.
Melakukan observasi ke
sekolah
b.
Mengikuti proses
belajar mengajar di kelas VII.IX
c.
Mengidentifikasi
permasalahan yang terjadi di kelas tersebut, menanyakan kepada guru bidang
studi yang bersangkutan mengenai kesulitan yang dialami ketika mata pelajaran
bahasa indonesia di ajarkan
d.
Memilih model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) sebagai
solusi dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di kelas tempat penelitian
e.
Membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
f.
Membuat lembar
observasi aktivitas siswa di kelas untuk pelaksanaan tindakan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT)
g.
Membuat table spesifikasi
untuk menyusun tes evaluasi
h.
Membuat instrumen
penelitian berupa LKS dan tes hasil belajar beserta kunci jawaban untuk
melakukan siklus I.
2. Tahap
Pelaksanaan
Pelaksanaan awal, yakni
memberitahukan kepada siswa bahwa pelajaran bahasa Indonesia akan menggunakan
model pembelajaran kooperatif yakni siswa akan mempelajari materi pelajaran
dengan memberdayakan kemampuan mereka sendiri. Pengajaran yang akan dilaksanakan
itu bernama model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Memberikan prosedur pelaksanaan
pengajaran, dan menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3.
Tahap Observasi dan
Evaluasi
Tahap observasi dan evaluasi selama
proses pembelajaran berlangsung, peneliti dibantu oleh seorang observer menilai
kegiatan proses belajar mengajar yang berlangsung dan mencatatnya. Sedangkan
informasi pada akhir siklus dengan memberikan tes bentuk uraian.
4. Tahap
Refleksi
Tahap refleksi merupakan tahap yang sangat penting karena menilai
tentang tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap observasi. Melihat dan
menilai kelemahan dan kekurangan tahap-tahap penilaian tindakan kelas pada
setiap siklus. Hasil yang didapatkan pada tahap observasi dikumpulkan dan
dianalisis pada tahap ini. Demikian pula hasil observasi, hal-hal yang masih
perlu diperbaiki dan dikembangkan dengan tahap mempertahankan hasil yang
diperoleh pada setiap pertemuan. Hasil analisis pada siklus I inilah yang
dijadikan acuan untuk merencanakan siklus II, sehingga yang dicapai pada siklus
berikutnya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertemuan I
Pada tahap ini melaksanakan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan:
a.
Guru memberikan
motivasi kepada siswa dan menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai.
b.
Guru menyampaikan
materi pelajaran secara singkat.
c.
Guru membagi siswa
dalam beberapa kelompok secara heterogen dan setiap anggota kelompok
beranggotakan 4-5 orang.
d.
Guru memberikan nomor
urut kepada anggota setiap kelompok mulai dari nomor urut 1 sampai 5.
e.
Guru membagikan LKS
pada setiap anggota kelompok dan mengerjakan soal yang ada pada LKS dengan
mendiskusikan jawaban terlebih dahulu dengan seluruh anggota kelompok. Jika
terjadi kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompoknya terutama
pada anggota kelompok yang berkemampuan tinggi sebelum meminta bantuan pada
guru.
f.
Selama proses kerja
kelompok berlangsung kepada kelompok yang mengalami kesulitan dan mengobservasi
tindakan yang dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi atau pengamatan.
g.
Kelompok memutuskan
jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok
mengetahui jawaban tersebut. Memberi kepada siswa yang mempunyai kemampuan yang
lebih dari anggotanya untuk berbagi dan mengarahkan teman kelompoknya, memberi
penguatan kepada siswa untuk dapat percaya diri tampil didepan pada saat
persentase kelompok dan mengubah posisi tempat duduk dan jarak bangku antara tiap kelompok agar kejadian-kejadian
yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Hasil refleksi siklus I inilah yang
dijadikan acuan penulis untuk merencanakan siklus II, sehingga hasil yang
dicapai pada siklus berikutnya sesuai yang diharapkan dan hendaknya lebih baik
dari siklus sebelumnya.
Siklus II
Siklus II merupakan kelanjutan dari
siklus I. Langkah-langkah yang dilakukan siklus II relatif sama dengan
perencanaan dan pelaksanaan siklus I dengan mengadakan beberapa perbaikan atau
penambahan sesuai dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan berdasarkan dari
refleksi yang dilakukan pada siklus I dengan mengadakan perbaikan atas
kekurangan yang terjadi pada siklus I, pelaksanaan tindakan sendiri dilakukan
dengan menjelaskan lanjutan materi pelajaran sebelumnya. Tahap observasi dan
evaluasi pada siklus II dilakukan setelah pertemuan III dan IV selesai dan
setelah itu kembali dilakukan refleksi untuk melihat sejauh mana perubahan
hasil belajar dari siklus I ke siklusII.
Sebagai akibat penerapan model pembelajaran kooperatif item dijawab dengan
benar, maka siswa akan memperoleh skor 10, dan jika siswa menjawab salah sama
sekali tidak menjawab benar, maka skor yang didapatkan adalah nol. Untuk
melihat berapa skor total yang diperoleh siswa, maka perhitung yang digunakan
adalah:
Skor perolehan = Banyaknya
item yang dijawab dengan benar x
100
Skor
Maksimal
Lembar
observasi aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi yang dimaksudkan
diisi adalah jumlah siswa yang melakukan setiap komponen aktivitas yang menjadi
bahan pengamatan peneliti dan observasi pada saat penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) dari siklus I ke siklus II.
Dari hasil observasi yang diisi
oleh observasi pada setiap proses pembelajaran berlangsung akan dikumpulkan
untuk menjadi bahan pengumpulan data sebagai dasar pengambilan tindakan
selanjutnya.
Hasil belajar yang diperoleh
berdasarkan evaluasi siklus II menunjukkan bahwa skor tertinggi yaitu 90% dan
skor terendah yaitu 70% nilai tersebut sudah memenuhi standar ketuntasan tiap
individu yang telah ditentukan yaitu 70, bila hasil belajar siswa
dirata-ratakan maka nilai yang diperoleh adalah 78,00. Jadi dapat dikatakan
bahwa hasil belajar pada siklus II sudah menunjukkan peningkatan yang berarti.
Nilai keseluruhan yang diperoleh
siswa jika dikelompokkan kedalam lima kategori maka dapat diketahui bahwa
distribusin frekuensi dan persentase serta kategori hasil belajar siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Pallangga melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) mengalami
peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Untuk lebih jelasnya
perhatikan tabel distribusi dan frekuensi hasil belajar Bahasa Indonesia siswa
kelas VIII SMP Negeri 1 Pallangga pada siklus I dan II di bawah ini.
Tabel 4. Distribusi, frekuensi dan
Kategori Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pallangga yang mengikuti
Pembelajaran Tipe Numbered Heads Together
(NHT).
Interval
Nilai
|
Kategori
|
Post Test
|
|||
Siklus
I
|
Siklus II
|
||||
Jumlah
Siswa
|
P %
|
Jumlah Siswa
|
P %
|
||
80-100
|
Sangat tinggi
|
19
|
57,57%
|
21
|
63,63%
|
66-79
|
Tinggi
|
7
|
21,21%
|
12
|
36,36%
|
56-65
|
Sedang
|
3
|
9,01%
|
0
|
0
|
40-55
|
Rendah
|
4
|
12,12%
|
0
|
0
|
30-39
|
Sangat Rendah
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Jumlah
|
33
|
100
|
33
|
100
|
D.
Hasil
Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Aktivitas siwa diamati dengan
menggunakan lembar observasi aktifitas siswa yang mencatat kejadian-kejadian
selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar observasi ini diisi oleh
observer pada setiap pertemuan.
Hasil observasi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5. Perbandingan hasil
observasi aktivitas belajar pada siklus I dan siklus II Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Pallangga.
No
|
Aktivitas
Siswa
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||||||||
Pertemuan
|
Pertemuan
|
||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
(%)
|
|||||||
1
|
Siswa
yang menyimak penjelasan guru
|
20
|
23
|
24
|
26
|
67,64%
|
25
|
26
|
29
|
30
|
76,47%
|
2
|
Siswa
yang pasif (di dalam kelas)
|
20
|
19
|
23
|
22
|
55,88%
|
23
|
24
|
25
|
25
|
70,58%
|
3
|
Siswa yang menyalin atau mencatat apa
yang telah dijelaskan oleh guru
|
33
|
28
|
31
|
29
|
82,35%
|
34
|
30
|
33
|
33
|
88,23%
|
4
|
Siswa
yang menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
|
3
|
4
|
5
|
2
|
11,76%
|
5
|
6
|
7
|
9
|
17,64%
|
5
|
Siswa
yang menjelaskan materi pelajaran
|
1
|
2
|
2
|
4
|
5.88%
|
4
|
4
|
6
|
8
|
11,76%
|
Berdasarkan tabel di atas,
menggambarkan bahwa terjadi perbedaan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus
II, aktivitas siswa rata-rata mengalami peningkatan prestasi dari siklus I dan
II. Aktivitas siswa yang diamati pada siklus II pada umumnya mengalami peningkatan.
1.
Siswa yang menyimak
penjelasan guru dari 67,64% pada siklus I meningkatkan menjadi 76,47% pada
sklus II.
2.
Siswa yang pasif (diam
di kelas) dari 55,88% pada siklus I menurun pada siklus II sebesar 70,58%.
Diberikan
guru, masih banyak yang bekerja secara sendirian-sendirian ini disebabkan,
karena model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) merupakan hal baru bagi siswa sehingga mereka belum
terbiasa.
3.
Siswa masih tidak
disiplin dalam belajar.
Hal
ini dapat dilihat dari keterlambatan dalam mengumpulkan tugas yang diberikan
serta banyaknya siswa yang mengeluh ketika waktu yang telah ditentukan untuk
mengumpul tugas kelompoknya telah habis, namun mereka belum menguasainya.
4.
Suasana diskusi
didominasi oleh siswa yang pandai sedangkan siswa yang lainnya hanya berperan
sebagai pendengar.
5.
Kebanyakan siswa selalu
menunggu jawaban dari teman yang berada didekatna dan bekerja sama pada saat
pelaksanaan tes siklus I, hal ini disebabkan kareana siswa tersebut tidak
percaya diri dalam menjawab soal yang diberikan.
E.
Pembahasan
Belajar merupakan suatu proses atau
interaksi yang dilakukan oleh seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru
dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri (Good
dan Brophy, dalam Uno, 2007). Pada kegiatan pembelajaran di sekolah terdapat
dua subjek, yaitu guru sebagai pihak yang mengajar dan siswa sebagai pihak yang
belajar. Hal ini mengimplikasikan bahwa dalam proses belajar mengajar di
sekolah dibutuhkan interaksi antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan
yang bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan demikian, guru
harus mampu menciptakan sesuatu yang dapat menunjang perkembangan belajar
siswa, termasuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru
dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan model.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian,
analisis data, dan pembahasan, maka dapat disimpilkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VIII SMP Negewri 1 Pallangga ini dilihat dari hasil observasi dan
evaluasi dari siklus I kesiklus II yang cukup mengalami peningkatan yang
signifikan dalam hal prestasi dan mengalami penurunan dalam hal ketidak efektifitasan
dalam proses pembelajaran.
B.
Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian
di atas, maka saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti adalah:
1.
Model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat menjadi salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2.
Dalam memilih model
pembelajaran sebaiknya lebih berpusat kepada siswa dan dengan berbagai variasi
sehingga dapat lebih memotivasi siswa dalam belajar serta menghindari kejenuhan
dalam proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
belajar siswa tersebu.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2007. Statistik Pendidikan 2006 Survey Ekonomi Nasional. Makassar: BPS
Provinsi Sulawesi Selatan.
Arikunto,
S, 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,
S, Suhardjo dan Supardi. 2007. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT.Bumi Akasara.
Depdiknas.
2005. Model-Model Pengajaran dalam
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Efendi,
R. 2008. Metode Pembelajaran Efektif.
http:// ro3d7.wordpress.com/. Diakses tanggal 18 mei 2009.
Hadis,
A. 2008. Psikologi dalam Pendidikan.
Bandung: Alpabeta.
Haling,
A. 2006. Belajar dan Pembelajaran.
Makassar: University press.
Ibrahim,
M, Fida Rachmadiarti, Mohamad Nur dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University press.
Lie,
A, 2002. Cooperative Learning “Mempraktekkan
Cooperative Learning di ruang-ruang kelas”. Jakarta: PT. Gramedia.
Sardiman,
A.M. 2002. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Grafindo.
Slameto,
2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakrta: Rineka Cipta.
Suryanto,
A, 2005. Diktat: Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Trianto,
2007. Model-Model Pembelajaran
Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Selanjutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar